Tradisi Suku Toraja – Adat suku Toraja populer dengan keunikananya. Ini lalu membuat Toraja menjadi satu diantara tujuan rekreasi budaya yang terkenal sampai luar negeri.
Suku Toraja di Sulawesi selatan menempati Kabupaten Tana Toraja dan Toraja Utara. Suku Toraja mempunyai beberapa adat unik yang memikat agar dilihat.

Salah satunya adat yang cukup terkenal ialah Rambu Solo, atau upacara tradisi kematian suku Toraja. Tetapi, ada beberapa adat suku Toraja yang lain yang tidak kalah unik.

5 Tradisi Suku Toraja

1 | Rambu Tuka’

Berlainan dengan Rambu Solo’, Rambu Tuka’ atau Rampe Mata Allo adalah ritus upacara casino88 suka ria atau sukuran warga Toraja atas sukuran rumah, hasil panen yang bagus, dan keceriaan yang lain.

Merilis situs sah Direktorat Peninggalan dan Diplomasi Budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), upacara Rambu Tuka’ diyakinkan sudah berkembang semenjak jaman purbakala bersama-sama dengan kehadiran manusia pertama dari muka bumi. Ini karena Rambu Tuka ialah sisi yang integral dengan mekanisme keyakinan warga Toraja kuno yang disebutkan aluk todolo.

Upacara Rambu Tuka’ diadakan di samping timur rumah, barung-barung atau tongkonan. Dan dilakukan saat matahari naik.

Ada beberapa macam Rambu Tuka’ dalam tradisi suku Toraja. Berikut beberapa jenis Rambu Tuka’ dimulai dari tingkat paling rendah sampai paling tinggi.

  • Kapuran Pangan, menyajikan sirih pinang
  • Pionirg Salampa, menyajikan lemang bambu
  • Ma’pallin atau Malingka Biang, upacara persembahan satu ekor ayam sebagai pernyataan kekurangan
  • Ma’tadoran atau Menammu, persembahan seekor babi,
  • Ma’pakande Deata Dao Banua, persembahan satu ekor babi sebagai sajian untuk semua keluarga yang datang
  • Ma’pakande Deata Diong Padang, upacara kurban persembahan ke deata di pelataran rumah. Satu ekor babi dikurbankan jadi lauk pauk untuk sanak keluarga dan bekasnya dibagi-bagikan ke warga
  • Massura’ Tallang, upacara yang dilakukan sesudah semua upacara tradisi yang disebut sebelumnya
  • Merok, upacara persembahan paling tinggi yang diperuntukkan ke Puang Matua.
  • Kurban persembahannya ialah kerbau, babi, dan ayam.

2 | Rambu Solo

Rambu Solo ialah tradisi upacara kematian suku Toraja. Dewan Warga Tradisi Nusantara, Eric Crystal Ranteallo menjelaskan Rambu Solo adalah ritus keramat untuk warga Toraja dan sudah dilaksanakan oleh Aluk Todolo, atau leluhur dari suku Toraja.

Warga suku Toraja yakini jika mati ialah sesuatu proses peralihan status dari manusia fisik di dunia jadi arwah di alam goib. Hingga, sepanjang serangkaian ritus Rambu Solo belum sempat dilaksanakan sampai selesai, karena itu si mayat akan diberlakukan seperti orang sakit.

Ritus rambu solo memerlukan banyak ongkos karena harus mempertaruhkan kerbau. Hingga bila ongkos keluarga belum memenuhi karena itu mayat terus akan diletakkan sampai sanggup melangsungkan Rambu Solo.

Rambu Solo terdiri dari sejumlah ritus tradisi yang sudah dilakukan dengan runtut oleh warga suku Toraja. Ritus dalam Rambu Solo’ terdiri dari Mappassulu’, Mangriu’ Batu, Ma’popengkaloa, Ma’pasonglo, Bekasu Tedong, dan Mapasilaga Tedong.

3 | Ma’nene

Merilis jurnal Kampus Muhammadiyah yang dengan judul ‘Tradisi Ma’nene sebagai Peninggalan Budaya Etnis Toraja’, Ma’nene adalah ritus bersihkan dan menukar baju mayat beberapa nenek moyang yang telah wafat beberapa ratus tahun. Ritus ini dilaksanakan sesudah saat panen berjalan, kurang lebih pada bulan
Agustus akhir.

Ritus Ma’nene berjalan peti-peti mati beberapa nenek moyang dikeluarkan dari pusara-makam lubang batu, selanjutnya ditempatkan pada tempat upacara. Sesudah jasad dikeluarkan dari makam, jasad itu dibikin bersih.

Baju yang dikenai jasad beberapa nenek moyang itu ditukar kain atau baju yang baru. Umumnya ritus ini dilaksanakan serentak sekeluarga atau satu dusun, hingga acaranya juga berjalan lumayan panjang.

Serangkaian ritus Ma’nene selanjutnya ditutup berkumpulnya bagian keluarga di dalam rumah tradisi Tongkonan untuk melaksanakan ibadah bersama-sama.

Upacara Ma’nene ini dipandang seperti bentuk kesayangan warga suku Toraja pada beberapa nenek moyang dan famili yang telah wafat. Lewat ritus ini warga suku Toraja mengharap roh nenek moyang akan jaga mereka dari semua masalah jahat, hama tanaman, dan kemalangan hidup.

4 | Rampanan Kapa’

Merilis situs Peninggalan Budaya Tidak Benda Kemdikbud RI, Rampanan Kapa’ adalah pernikahan tradisi pada suku Toraja. Pernikahan tradisi ini adalah faktor yang dipandang keramat dalam tuntunan aluk todolo atau nenek moyang suku Toraja.

Rampanan Kapa’ diyakinkan sebagai pangkal dari mengembangnya ma’lolo tahu (jalinan setiap orang). Dalam keyakinan aluk todolo, datuk La Ukku’ ialah leluhur pertama manusia yang dinikahkan oleh Puang Matua dengan seorang lelaki yang namanya To Tabang Tua.

Pernikahan ini selanjutnya yang dipandang seperti pernikahan pertama kali dalam sejarah manusia suku Toraja. Pernikahan ini dilihat secara langsung oleh Puang Matua, yang selanjutnya dikenali panggilan Rampanan Kapa’.

Tradisi Rampanan Kapa’ adalah upacara pernikahan secara tradisi yang eksekutornnya tidak dilaksanakan oleh penghulu agama tetapi pimpinan tradisi. Penghulu agama cuma menemani penopang tradisi saat men-sahkan pernikahan berdasar ketetapan tana’ (mas kawin) seorang.

Tidak ada kurban dalam upacara Rampanan Kapa’. Hewan yang disajikan seperti babi dan ayam cuma untuk sajian berdasar ketetapan tradisi, khususnya ketentuan pembagian daging atau manta untuk penopang tradisi yang terturut.

Waktu penerapan Rampanan Kapa’ dilaksanakan di antara waktu penyelenggaran rambu tuka saat pagi hari dan rambu solo di saat sore hari. Rampanan Kapa’ memiliki kandungan beberapa aturan yang diberi nama ada’na rampanan kapa’ (hukum pernikahan tradisi) yang sudah disamakan sama sesuai agama Kristen yang diyakini oleh warga Toraja umumnya.

5 | Ma’lettoan

Merilis jurnal Kampus Negeri Makassar (UNM) yang dengan judul ‘Ritual Maklettoan Bai dalam Acara Mangrara Banua di Dusun Lolai Kabupaten Toraja Utara’, tradisi Ma’lettoan adalah salah satunya ritus dalam serangkaian Rambu Tuka.

Dalam tradisi ini, beberapa orang mengarak sebuah rumah-rumahan tradisi tongkonan yang berisi babi. Ini ditujukan sebagai bentuk rasa sukur dan persaudaraan.

Arti tradisi Ma’Lettoan ini sebagai bentuk pernyataan rasa sukur ke Si Pembuat atas kesuksesan yang telah dicapai. Umumnya saat seorang usai membuat rumah baru.

Disamping itu, tradisi ini berperan untuk memperkuat tali bersilahturahmi antara keluarga. Ini dapat disaksikan dari kesertaan beragam keluarga dalam acara ritus Ma’Lettoa ini.

Adapun tingkatan tradisi Ma’lettoan yaitu Digaragan Lettoan atau pembikinan lettoan (kotak yang seperti Tongkonan), selanjutnya babi dibulle (diarak), dirempun (dihimpun), lantas ditunu (disembelih).